Sehari-hari, Anda merasa hidup. Anda yakin bahwa Anda mengenal lingkungan sekitar Anda. Misalnya di suatu pagi, Anda meneguk segelas teh hangat. Anda merasa bahwa gelas teh itu memang benar-benar Anda genggam, Anda lihat warna airnya, Anda cium aroma uapnya, dan Anda kecap rasa tehnya.
Pertanyaan: Apakah Anda benar-benar tahu seperti apa wujud teh itu sebenarnya? Jika kita renungkan dan mengulasnya secara mendalam, maka kita akan sampai pada kesimpulan bahwa sebenarnya kita tak tahu seperti apa bentuk dunia yang kita tinggali ini.
Lho, kok bisa begitu?
Pusat kesadaran manusia ada pada otak. Dalam memahami dunia, kita hanya bergantung pada lima indera: penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan peraba. Bayangkan jika kita tidak memiliki satupun indera ini, seperti apa rasanya hidup? Nah, kelima indera ini adalah “jembatan penghubung” antara otak kita dan dunia luar.
Sekarang kita bahas indera penglihatan. Bagaimana kita dapat melihat? Misalkan Anda sedang melihat tulisan ini. Sinar yang membentuk tulisan ini terpancar dari gadget dan masuk ke mata Anda. Mata kemudian mengubah sinyal cahaya menjadi sinyal listrik dan dikirim ke otak Anda. Di dalam otak, sinyal listrik ini kemudian tampak bagi Anda sebagai tulisan yang sedang Anda baca ini. Jadi, sekarang sebenarnya Anda tidak sedang melihat tulisan ini. Yang Anda lihat adalah sinyal-sinyal listrik di dalam otak Anda. Mekanisme yang sama, tentu saja, juga terjadi ketika Anda melihat batu, pohon, atau kucing. Penampilan kucing yang selama ini Anda kenal adalah sinyal-sinyal listrik bergambar kucing yang Anda lihat di dalam otak. Penampilan kucing yang sesungguhnya adalah sama sekali berbeda dengan yang selama ini Anda kenal.
Untuk memahami fenomena ini, kita dapat menggunakan analogi layar komputer. Misalnya Anda sedang menonton film koboi di komputer. Apakah saat itu Anda benar-benar sedang melihat seorang koboi? Tentu tidak. Yang Anda lihat hanyalah sebuah layar komputer. Melalui mekanisme tertentu, layar komputer itu tampak seperti koboi bagi Anda. Yang Anda lihat adalah koboi, tapi bentuk sebenarnya dari koboi itu adalah layar komputer. Proses melihat alam semesta ini juga sama. Semua pemandangan yang kita lihat adalah semata-mata sinyal listrik yang terbentuk di otak. Bentuk sebenarnya dari pemandangan itu, kita tidak akan pernah tahu.
Keempat indera lainnya juga sama. Suara-suara yang terdengar, rasa asinnya garam, hawa panas/dingin yang kita rasakan, aroma mawar yang kita hirup, semua itu hanyalah persepsi otak atas sinyal-sinyal listrik yang terbentuk. Kondisi alam semesta yang sebenarnya adalah sama sekali berbeda.
Kita tidak pernah tahu apakah alam ini nyata atau tidak. Sebagai contoh, kita selalu merasa bahwa kejadian di alam mimpi adalah benar-benar nyata. Tapi setelah kita terbangun, kita sadar bahwa itu hanyalah sebuah mimpi. Otak kita tidak bisa membedakan mana yang nyata dan mana yang semu, karena otak kita selalu mempercayai sinyal-sinyal listrik yang diterimanya.
Jadi, sesungguhnya kita tidak sedang hidup di dalam dunia yang nyata.
Dunia tempat kita hidup hanyalah sebuah organ seberat 1,5 kg yang bernama otak.
*******
Ditulis Oleh: Doni Aris Yudono
Sumber Gambar:
0 Response to Apakah Kita Benar-Benar Hidup Di Dunia Nyata?
Posting Komentar